Skip to main content

Festival Perahu Baganduang 1438 H

Festival Perahu Baganduang 1438 H. Selain dikenal dengan lemang bambunya sehingga mendapat julukan kota lomang, Lubuk Jambi juga memiliki wisata budaya perahu baganduang atau dalam bahasa Indonesianya “perahu bergandeng”. Perahu baganduang adalah beberapa perahu yang digandeng menjadi satu.

Awalnya, tradisi unik yang dibuat oleh masyarakat Lubuk Jambi ini dikenal dengan tradisi “manjopuik limau” atau menjemput jeruk. Manjopuik limau adalah menjemput perempuan yang akan dilamar seorang pria dengan membawa air perasan jeruk yang kemudian air itu dimandikan di tepian sungai setelah pulang dari rumah perempuan. Transportasi yang digunakan untuk ke rumah perempuan tersebut adalah perahu hias yang berlayar ke hulu kuantan sehingga semakin lama perahu hias itu menjadi festival perahu baganduang.

Festival Perahu 1438 H

Perahu baganduang merupakan gabungan dari dua hingga tiga buah sampan panjang yang kemudian dihias semenarik dan secantik mungkin. Salah satu perahu yang biasa disandingkan dengan perahu baganduang adalah perahu pertandingan pacu jalur. Hiasan-hiasan yang digunakan adalah bendera, daun kelapa, tanduk kerbau yang melambangkan peternakan, padi yang melambangkan pertanian, buah labu, cermin, lima buah payung yang melambangkan lima rukun iman, kain panjang, foto presiden dan wakil presiden, payung kuning, dan bermacam-macam buah serta pernak-pernik tambahan lainnya yang mempercantik perahu. Sama halnya dengan tradisi pacu jalur, festival perahu baganduang dilaksanakan sekali dalam setahun.

Bedanya, jika pacu jalur dilaksanakan untuk menyemarakkan hari kemerdekaan Indonesia, perahu baganduang dilaksanakan untuk menyemarakkan hari raya Idhul Fitri. Menjelang masuknya hari raya Idhul Fitri, tiap-tiap desa (lebih kurang berjumlah 15 desa) yang ada di Lubuk Jambi, mulai mempersiapkan perahu baganduang untuk diperlombakan. Satu perahu baganduang mewakili satu desa.

Festival ini bertambah semarak saat 15 perahu yang datang dari hulu Sungai Kuantan disambut dengan kembang api yang ditembakkan. Tidak hanya masyarakat dari Kabupaten Kuansing saja yang hadir menyaksikan kemeriahan festival ini, tapi orang dari luar Kabupaten Kuansing juga tidak ingin melewatkan festival budaya yang dihadiri oleh petinggi negeri seperti bupati beserta rombongan, ninik mamak, tokoh adat dan tuo mudo.

Akses untuk menuju ke festival ini tidaklah jauh dari pusat kota Teluk Kuantan. Hanya menempuh 21 KM atau lebih kurang memakan waktu setengah jam perjalanan darat. Jika dari kota Pekanbaru, akan memakan waktu 3 jam perjalanan darat. Bagi yang terasa berat melakukan perjalanan sehari alangkah baiknya memesan tempat penginapan di Kota Teluk Kuantan karena di lokasi festival tidak ada penginapan kecuali menginap di rumah warga setempat. Biaya yang dikeluarkan tergantung dari alat transportasi yang digunakan. Jika menggunakan mobil pribadi dari kota Pekanbaru, cukup dengan mengeluarkan biaya bensin lebih kurang Rp.250.000 (PP). Alternatif lain juga bisa menggunakan travel dengan biaya Rp 100.000 (sekali berangkat) atau menyewa mobil dan supir yang disediakan tim Kelana Riau Travel.

Comments

Popular Post

Puncak Watu Jengger Mojokerto, Mulai Dilirik Pendaki Gunung

Inilah 7 jalan paling berbahaya di dunia